Vaessen, yang pernah meliput perang Rusia di Ukraina, menyebut bahwa banyak media Barat yang sejak awal meliput perang tampak kompak dan bekerja sama untuk tidak melaporkan sesuatu yang negatif tentang Ukraina. Barat yang terdiri dari Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya memang merupakan pendukung Ukraina yang hingga saat ini terus memberikan bantuan militer kepada Kiev.
“Saya sebenarnya tidak terlalu senang dengan cara banyak media Barat sejak awal meliput perang ini karena mereka seperti bekerja sama … yang menurut saya tidak menguntungkan mereka,” ujar Vaessen dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Senin (25/9).
“Saya kira Ukraina bisa menerima kritik. Mereka ingin menjadi bagian dari Uni Eropa dan menjadi negara demokratis dengan kebebasan berpendapat,” sambung dia.
Tak hanya soal itu, Vaessen juga menyoroti lemahnya kebebasan pers di Rusia terutama dalam konteks perang Rusia dan Ukraina.
Dia menuturkan bahwa jurnalis yang meliput di Rusia berisiko ditahan atau diusir karena melaporkan perang secara bebas. Kondisi itu membuat para jurnalis kesulitan untuk menyajikan laporan yang netral.
“Saat ini tidak ada cara untuk mendapatkan laporan yang netral dari Rusia jika Anda berbasis di Rusia. Anda berada dalam banyak ancaman,” ucap Vaessen yang pernah bertugas di Rusia selama setahun.
“Hal ini tidak terjadi di Ukraina. Anda tidak diusir atau ditahan karena melaporkan cerita tersebut. Namun, ada batasan yang serius,” kata dia menambahkan.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Maret 2022 memberlakukan aturan terkait berita bohong terutama terkait pemberitaan yang memuat aksi militer Rusia di Ukraina. Pelaku yang melanggar akan menerima hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Seorang jurnalis dari surat kabar Amerika Serikat The Wall Street Journal Evan Gershkovich, misalnya, sudah enam bulan ditahan atas tuduhan melakukan kegiatan mata-mata untuk Washington.
Penahanan ini adalah tindakan paling keras yang dilakukan Moskow terhadap jurnalis asing sejak Rusia menyerang Ukraina.
Berdasarkan hukum Rusia, aksi mata-mata diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Menurut laporan Indeks Kebebasan Pers Dunia oleh Reporters Without Borders (RSF), sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, hampir semua media independen dilarang, diblokir dan/atau dinyatakan sebagai “agen asing” atau “organisasi yang tidak diinginkan”. Media-media tunduk pada pengawasan dan sensor militer.
Laporan Indeks Kebebasan Pers Dunia 2023 sebagai indikator baik buruknya ekosistem pers di 180 negara menempatkan indeks kebebasan pers Rusia pada 2023 berada di peringkat ke-164 dengan angka indeks 34,77.[IT/r]