Trump Perintahkan Serangan Udara di Sana'a untuk Melindungi Israel dari Kemarahan Yaman
Story Code : 1196586
A deadly attack by American and British warplanes against Yemen’s capital Sana’a
Mengutip laporan awal, Kementerian Kesehatan Yaman mengatakan bahwa serangan terhadap Sana’a pada Sabtu (15/3) telah menyebabkan korban jiwa, dengan target yang diidentifikasi sebagai murni "situs sipil."
“Korban awal mencakup sembilan warga sipil tewas dan sembilan lainnya terluka, sebagian besar dalam kondisi kritis,” lapor kantor berita resmi Yaman, Saba, mengutip pernyataan dari kementerian tersebut.
Pernyataan itu mengecam serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, menyebutnya sebagai “kejahatan perang yang nyata dan pelanggaran mencolok terhadap hukum serta konvensi internasional.”
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan di platform X (sebelumnya Twitter) bahwa ia telah memerintahkan militer AS untuk meluncurkan “aksi militer yang tegas dan kuat” terhadap apa yang ia sebut sebagai gerakan perlawanan populer Houthi Ansarullah di Yaman. Namun, serangan AS pada hari Sabtu justru menargetkan warga sipil Yaman.
"Kami akan menggunakan kekuatan mematikan yang luar biasa hingga kami mencapai tujuan kami," tambahnya.
Latar Belakang Konflik
Atas arahan pemimpin gerakan Abdul-Malik al-Houthi, Angkatan Bersenjata Yaman mulai menyerang situs-situs strategis dan sensitif Israel pada Oktober 2023. Serangan ini dilakukan setelah rezim Israel melancarkan perang genosida di Jalur Gaza dan memperketat pembatasan masuknya bantuan makanan, obat-obatan, serta pasokan penting lainnya ke wilayah tersebut.
Serangan serta operasi lainnya yang menargetkan kapal Zionis Israel dan kapal yang membawa pasokan militer serta komersial ke wilayah Palestina yang diduduki, telah memberikan pukulan signifikan terhadap ekonomi Zionis Israel.
Namun, operasi ini dihentikan setelah kesepakatan gencatan senjata antara Tel Aviv dan kelompok perlawanan Hamas di Gaza mulai diterapkan pada Januari.
Meskipun demikian, rezim Zionis Israel secara rutin melanggar kesepakatan tersebut dengan serangan mematikan terhadap warga Gaza serta memblokir bantuan kemanusiaan, sebagai upaya menekan Hamas agar menyerahkan tawanan Israel yang masih berada di Gaza.
Al-Houthi baru-baru ini memberikan batas waktu empat hari kepada rezim Zionis Israel untuk membuka jalur perbatasan dan mengizinkan masuknya bantuan.
Setelah Tel Aviv gagal memenuhi tenggat waktu tersebut, Angkatan Bersenjata Yaman kembali memberlakukan larangan bagi kapal-kapal Zionis Israel untuk melintasi Laut Merah, Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden.
Sebagai tanggapan, Zionis Israel, AS, dan Inggris mulai menyerang infrastruktur sipil dan pertahanan Yaman secara besar-besaran dan mematikan. Serangan ini kemudian memicu aksi balasan dari pasukan Yaman, yang menargetkan kapal perang AS di perairan negara tersebut.
Trump Fokus pada Kapal AS, Bukan Israel
Dalam unggahannya di X, Trump hanya menyebut kapal-kapal AS, dengan mengatakan bahwa serangan Yaman terhadap kapal-kapal ini “tidak akan ditoleransi.”
Ia juga menuduh Yaman “mencekik jalur pelayaran di salah satu perairan paling penting di dunia.”
Namun, Sana’a hanya menargetkan kapal Israel dan kapal yang terafiliasi dengan Israel, selain kapal-kapal AS yang telah menyerang Yaman lebih dulu.
“Mereka telah melancarkan kampanye perompakan, kekerasan, dan terorisme yang tak kenal henti terhadap kapal, pesawat, dan drone milik Amerika serta lainnya,” tambah Trump, tanpa secara spesifik menyebut Israel dan kapal-kapal yang berafiliasi dengannya.
Namun, para pengamat menilai bahwa agresi AS sebenarnya bertujuan untuk menghentikan operasi Yaman yang menargetkan kapal dan kepentingan Israel. Mereka melihat serangan AS ini sebagai upaya Washington untuk melumpuhkan kemampuan pertahanan Yaman, sehingga negara itu tidak bisa lagi membalas kebrutalan Israel di Gaza.[IT/r]