Iran Akan Menanggapi Surat Trump Setelah Selesai Meninjaunya Secara Menyeluruh
Story Code : 1196973
Esmaeil Baqaei, Foreign Ministry spokesperson
Baqaei menyampaikan pernyataan ini pada Senin (17/3) dalam konferensi pers mingguan Kementerian Luar Negeri di Tehran, hampir seminggu setelah Iran menerima surat dari Trump. Presiden AS itu sebelumnya mengumumkan pada 7 Maret bahwa ia telah mengirimkan surat kepada Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Sayyid Ali Khamenei, sebulan setelah ia kembali memberlakukan kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran, sembari menyatakan keinginannya untuk bernegosiasi dengan Republik Islam.
Baqaei menegaskan bahwa Iran tidak bermaksud mempublikasikan isi surat tersebut, dan menekankan bahwa apa yang telah diberitakan media sebagian besar hanyalah spekulasi. Namun, ia menambahkan bahwa konteks surat tersebut tidak jauh berbeda dari apa yang telah dikatakan Trump secara terbuka.
Ia juga menegaskan bahwa tanggapan Iran terhadap surat tersebut akan diberikan melalui saluran yang sesuai setelah tinjauan selesai dilakukan, sekaligus membantah adanya hubungan antara surat tersebut dan kunjungan Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi ke Oman pada Minggu lalu, yang menurutnya telah dijadwalkan sebelumnya.
Juru bicara itu lebih lanjut menyatakan bahwa AS memiliki banyak cara untuk menunjukkan kesungguhan niatnya, tetapi justru mengirim pesan yang saling bertentangan dengan mengungkapkan kesiapan untuk bernegosiasi sambil tetap menjatuhkan sanksi terhadap sektor perdagangan dan industri Iran.
Menurut Baqaei, negosiasi diplomatik memiliki aturan sendiri, di mana para pihak harus memiliki pandangan berdasarkan saling menghormati dan kepentingan bersama. Namun, ia menambahkan bahwa AS memiliki rekam jejak buruk dalam memenuhi komitmennya dan lebih cenderung menyalahgunakan negosiasi sebagai alat politik dan propaganda daripada sebagai sarana untuk menyelesaikan perbedaan.
Serangan AS terhadap Yaman
Baqaei juga menyinggung serangan udara terbaru yang dilakukan oleh AS di Yaman serta ancaman Washington terhadap Iran. Ia menegaskan bahwa Republik Islam Iran akan merespons dengan tegas terhadap setiap agresi yang mengancam integritas teritorial, keamanan, dan kepentingan nasionalnya.
Ia menambahkan bahwa upaya AS untuk menghubungkan perlawanan rakyat Yaman dengan negara lain adalah bagian dari agendanya untuk menutupi kegagalan selama 20 bulan terakhir.
Menurutnya, rakyat dan pemerintah Yaman bertindak secara independen dalam mengambil keputusan untuk mendukung perjuangan Palestina, dan ini mencerminkan pilihan mereka untuk mendukung perlawanan sah bangsa Palestina.
Baqaei mengecam serangan AS ke Yaman sebagai kejahatan yang melanggar peraturan internasional dan Piagam PBB serta menyerukan tindakan segera dari komunitas internasional, negara-negara Islam, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Langkah Diplomatik Iran
Kementerian Luar Negeri Iran terus menjalankan tugasnya, termasuk kunjungan Araqchi ke Oman, pertemuan trilateral Iran-Rusia-China di Beijing, serta kunjungan wakil menteri luar negeri ke Wina untuk pembicaraan dengan pejabat Badan Energi Atom Internasional (IAEA), kata Baqaei.
Mengenai pertemuan Iran-China-Rusia, ia menjelaskan bahwa ketiga negara secara rutin mengadakan diskusi mengenai kepentingan bersama serta perkembangan regional dan internasional. Namun, pertemuan terbaru yang diadakan pada Jumat lalu merupakan inisiatif dari Iran dan menjadi yang pertama kali diadakan.
Baqaei mengatakan bahwa pertemuan tersebut membuka jalan bagi kerja sama trilateral dalam mendukung supremasi hukum di tingkat internasional serta mendorong multilateralisme. Dalam diskusi, para perwakilan dari ketiga negara juga membahas isu nuklir Iran, serta kerja sama dalam kelompok BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO).
Sikap AS terhadap Palestina
Dalam konferensi persnya, Baqaei juga menyoroti keputusan AS untuk mengusir duta besar Afrika Selatan dari Washington, dengan mengatakan bahwa bukan rahasia lagi bahwa kebebasan berekspresi akan ditindas di AS ketika menyangkut dukungan terhadap perlawanan Palestina.
Iran menganggap langkah ini sebagai pelanggaran terhadap konvensi hak-hak diplomatik dan konsuler, serta menunjukkan penghinaan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia mengenai kebebasan berbicara dan berkeyakinan.
Kebijakan Anti-Muslim AS
Baqaei juga mengecam larangan perjalanan yang diberlakukan pemerintahan Trump terhadap warga dari 43 negara Muslim, termasuk Iran, yang menurutnya merupakan bentuk nyata dari rasisme terhadap komunitas agama dan etnis tertentu, serta melanggar hak asasi manusia internasional.
Menurutnya, larangan terhadap warga Iran mencerminkan permusuhan para politisi Amerika terhadap bangsa Iran, yang merupakan bagian dari strategi tekanan AS terhadap negara tersebut.
Di tingkat internasional, kebijakan ini justru merusak prinsip interaksi dan pemahaman antarbangsa, yang dapat memicu kebencian di antara mereka. Kasus Aset Iran di ICJ
Ketika ditanya mengenai gugatan Iran di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait pelanggaran perjanjian Amity 1955 oleh AS, Baqaei mengatakan bahwa departemen hukum kepresidenan dan Kementerian Luar Negeri sedang menindaklanjuti kasus ini. Gugatan ini diajukan untuk menuntut pembekuan dan pengembalian hampir $2 miliar aset Iran yang ditahan di AS.
Perkembangan di Suriah
Baqaei menyatakan keprihatinan atas bentrokan militer terbaru antara Lebanon dan Suriah, dengan mengatakan bahwa satu-satunya pihak yang diuntungkan dari situasi ini adalah Zionis Israel, yang berupaya memecah belah Suriah dan melemahkan negara-negara regional.
Iran berharap bahwa pemerintah Suriah dapat mengelola situasi ini dengan baik, mengingat bahwa Israel selalu mencari cara untuk memanfaatkan setiap kesempatan guna menciptakan perpecahan di antara negara-negara Islam.
Sikap Politik IAEA
Juru bicara itu menegaskan kembali bahwa pendekatan politis yang diambil oleh pejabat IAEA tidak akan membawa dampak positif bagi kerja sama bilateral antara kedua pihak.
Ia juga menyebutkan bahwa kunjungan wakil menteri luar negeri Iran ke Wina pada Senin adalah bagian dari kelanjutan kerja sama Iran dengan IAEA, terutama terkait peningkatan ancaman terhadap situs nuklir damai Iran.
Menurutnya, Iran memiliki hak untuk meningkatkan negosiasi teknis guna memperingatkan tentang konsekuensi dari ancaman semacam itu.
Peran Eropa dalam Kesepakatan Nuklir JCPOA
Baqaei mengatakan bahwa negara-negara Eropa memiliki kesempatan unik untuk berperan dalam menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA). Namun, mereka gagal memenuhi komitmen mereka setelah AS menarik diri dari perjanjian itu pada 2018.
Ia juga memperingatkan bahwa mekanisme snapback, yaitu penerapan kembali sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Iran, dapat memiliki dampak negatif bagi pihak lain yang menandatangani JCPOA.
Menurutnya, tidak ada alasan bagi negara-negara Barat untuk menggunakan mekanisme ini, kecuali untuk meningkatkan tekanan politik terhadap Iran.
Tekanan AS terhadap Iran
Menanggapi ancaman AS untuk menghentikan ekspor minyak Iran hingga nol, Baqaei menegaskan bahwa AS memiliki sejarah panjang dalam mengambil tindakan anti-Iran, termasuk kudeta Amerika-Inggris terhadap pemerintah Iran selama nasionalisasi industri minyak.
Namun, ia menekankan bahwa bangsa Iran tetap teguh dalam menghadapi tantangan dan bertekad untuk mengatasinya.[IT/r]