Rencana ini muncul di tengah serangan udara Zionis Israel yang diperbarui di Gaza setelah gencatan senjata sementara antara Hamas dan Zionis Israel berakhir pada 1 Maret. Gencatan senjata yang dimediasi oleh AS, Qatar, dan Mesir sempat menghasilkan penarikan sebagian pasukan Zionis Israel dan pembebasan sejumlah sandera. Namun, setelah gencatan senjata berakhir, kedua belah pihak saling menyalahkan atas kegagalan mencapai kesepakatan baru.
Menurut laporan WSJ pada Minggu (23/3), pasukan Zionis Israel telah bergerak ke Gaza utara, daerah dekat Rafah, dan koridor Netzarim di pusat Gaza, sebagai bagian dari kampanye untuk merebut kembali dan menguasai wilayah yang sebelumnya dikosongkan dalam kesepakatan gencatan senjata.
Penasihat baru Netanyahu disebut mendorong strategi yang berfokus pada mengalahkan Hamas di medan perang sebelum mempertimbangkan solusi politik atas konflik Gaza.
Pekan lalu, Menteri Pertahanan Zionis Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa negaranya akan terus merebut wilayah di Gaza selama Hamas masih menahan sandera. Sementara itu, pejabat Israel juga mendorong penghancuran total infrastruktur Hamas yang tersisa, termasuk terowongan dan tempat penyimpanan senjata, meskipun proses ini dapat memakan waktu bertahun-tahun dan menyebabkan lebih banyak korban sipil, tulis WSJ.
Pendekatan baru Israel ini dilaporkan didukung oleh perintah Presiden AS, Donald Trump, untuk meningkatkan pasokan amunisi ke Israel, serta desakan pemerintahannya agar Netanyahu "bertindak lebih keras" terhadap Hamas.
Saat mengumumkan pembaruan operasi darat di Gaza pekan lalu, kantor Netanyahu menyatakan bahwa “Zionis Israel, mulai sekarang, akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan militer yang lebih besar.”
Pernyataan itu juga menegaskan bahwa serangan baru ini merupakan respons terhadap "penolakan Hamas untuk membebaskan sandera" dan penolakannya terhadap proposal perpanjangan gencatan senjata.
Hamas, di sisi lain, menuduh Zionis Israel telah "secara sepihak" mengakhiri gencatan senjata, menurut Reuters.
Otoritas Palestina mengklaim pada Minggu bahwa lebih dari 50.000 orang telah tewas di Gaza sejak pertempuran dimulai sekitar 18 bulan lalu.
Perang antara Hamas dan Zionis Israel pecah setelah serangan lintas batas mendadak oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 250 orang disandera.[IT/r]