Mesir, Yordania Kecam Rencana Israel untuk Pemindahan Massal Warga Palestina
Story Code : 1198523
Displaced Palestinians, who flee from Rafah amidst the ongoing Israeli war on the Gaza Strip
Kementerian Luar Negeri Mesir mengecam keputusan otoritas Israel untuk mendirikan lembaga yang bertujuan mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza, serta menyetujui pengakuan 13 permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian menolak dalih "keberangkatan sukarela", dengan menegaskan bahwa setiap perpindahan warga Palestina dalam kondisi perang saat ini merupakan pemindahan paksa.
"Keberangkatan yang terjadi di bawah pemboman tanpa henti, perang, dan kebijakan yang menghalangi bantuan kemanusiaan sambil menggunakan kelaparan sebagai senjata, merupakan pemindahan paksa—sebuah kejahatan perang dan pelanggaran hukum internasional serta hukum kemanusiaan internasional," bunyi pernyataan tersebut.
Kairo mendesak komunitas internasional dan Dewan Keamanan PBB (UNSC) untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran dan provokasi Israel yang terus berlanjut, serta menegakkan resolusi internasional yang menjamin hak-hak Palestina, terutama hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara merdeka berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Trump Memperkuat Ekstremisme Zionis Israel
Langkah terbaru Zionis Israel ini memicu kecaman regional, dengan negara-negara Arab memperingatkan konsekuensi berbahaya dari pemindahan paksa dan ekspansi permukiman di wilayah pendudukan.
Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Gaza (Mesir) dan Tepi Barat (Yordania), kedua negara ini dipandang sebagai destinasi utama bagi pengusiran massal warga Palestina, sehingga menimbulkan kekhawatiran atas kemungkinan resettlement jangka panjang.
Rencana Zionis Israel ini semakin mendapatkan dorongan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana "pengambilalihan" Gaza pada awal Februari, di mana ia mendukung pengusiran warga Palestina dan mengklaim bahwa AS memiliki hak atas wilayah tersebut.
Meskipun Trump kemudian menarik kembali pernyataan awalnya, ia menempatkan hambatan bagi upaya negara-negara Arab untuk membangun kembali Gaza serta memberikan dukungan penuh terhadap pelanggaran Israel atas perjanjian gencatan senjata dan dimulainya kembali perang di Gaza.[IT/r]