Menlu: Kelompok Tertentu Manipulasi Pembicaraan Iran-AS, Memicu Washington Buat Tuntutan Maksimal
Story Code : 1204264
Abbas Araghchi. Iran's Foreign Minister
Dalam unggahan di akun resmi X miliknya pada hari Selasa (22/4), diplomat tinggi Iran tersebut menekankan bahwa kelompok-kelompok ini berupaya memanipulasi jalannya diplomasi dan memprovokasi pemerintahan AS agar mengajukan tuntutan yang berlebihan.
Pernyataan Araghchi disampaikan setelah pembatalan pidato kuncinya yang dijadwalkan pada Konferensi Kebijakan Nuklir Internasional Carnegie. Pembatalan ini terjadi akibat kampanye tekanan yang disebutnya sebagai hasil "orkestrasi" dari elemen garis keras yang berafiliasi dengan Menlu Zionis Israel serta pejabat dari pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden dan Barack Obama.
Araghchi menjelaskan bahwa niatnya bukan untuk membahas secara terbuka rincian pembicaraan tidak langsung yang sedang berlangsung, melainkan untuk menjelaskan cara pandang dan aspirasi Iran.
Ia menyayangkan keputusan pembatalan tersebut dan menyebutnya sebagai hasil dari kurangnya pemahaman terhadap dinamika sensitif yang ada dalam proses diplomatik ini.
Putaran Pembicaraan Tidak Langsung Iran-AS
Iran dan Amerika Serikat menggelar putaran pertama pembicaraan tidak langsung pada masa jabatan kedua Presiden Donald Trump di ibu kota Oman, Muscat, pada 13 April, dengan negara Teluk Persia itu bertindak sebagai mediator.
Pembicaraan ini dilanjutkan dengan putaran berikutnya di Roma, yang juga dimediasi oleh Muscat. Proses ini akan berlanjut pada level pakar hari Rabu dan level tingkat tinggi pada hari Sabtu (19/4).
Sejauh ini, kedua belah pihak menyampaikan optimisme terhadap proses ini, meskipun Teheran menegaskan bahwa mereka tetap sangat berhati-hati terhadap niat Washington.
Komitmen Iran terhadap Pengembangan Nuklir Damai
Dalam unggahan tersebut juga disertakan naskah lengkap pidato Menlu, di mana ia menegaskan kembali komitmen lama Iran terhadap prinsip-prinsip Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Ia menekankan bahwa Iran menentang senjata nuklir atas dasar moral dan agama.
“Sebagai salah satu penandatangan awal NPT pada tahun 1960-an, Iran telah lama berkomitmen pada prinsip akses universal terhadap teknologi nuklir damai dan penolakan terhadap senjata atom,” tulis Araghchi.
“Kami juga merupakan satu-satunya negara di dunia yang secara resmi menentang senjata nuklir atas dasar moral dan agama,” melalui fatwa yang dikeluarkan oleh Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Sayyid Ali Khamenei.
Araghchi juga menyoroti dukungan Iran terhadap pembentukan kawasan bebas senjata nuklir di Asia Barat dan mengkritik negara-negara Barat yang menutup mata terhadap persenjataan nuklir rezim Israel, serta menyerukan diakhirinya standar ganda ini.
Kesepakatan Potensial Harus Menjamin Manfaat Ekonomi Iran
Menlu menekankan bahwa setiap kesepakatan di masa depan harus menjamin manfaat ekonomi bagi Iran, selain juga menjawab "kekhawatiran semua pihak."
Ia menegaskan bahwa pembicaraan harus tetap terfokus semata pada pencabutan sanksi ilegal dan sepihak AS terhadap Republik Islam, serta isu nuklir.
Keamanan Republik Islam, menurutnya, tidak akan pernah menjadi bahan negosiasi.
“Di kawasan yang keras dan tidak stabil seperti milik kami, Iran tidak akan pernah menjadikan keamanannya sebagai bahan tawar-menawar.”
Peluang Kolaborasi Ekonomi dan Ilmiah
Araghchi menyampaikan bahwa pengejaran energi nuklir sipil oleh Iran sejalan dengan tujuan pembangunan dan ekonomi nasional negara tersebut.
Ia menekankan bahwa Republik Islam tidak pernah menolak kolaborasi ekonomi dan ilmiah dengan Amerika Serikat, seraya mencatat bahwa justru pemerintahan AS terdahulu yang menjadi penghalang, sering kali dipengaruhi oleh kelompok berkepentingan.
Namun demikian, Araghchi menyebut bahwa ekonomi Iran menawarkan peluang signifikan bagi perusahaan-perusahaan AS, khususnya dalam pengembangan listrik bersih dari sumber non-hidrokarbon.
Sikap Iran terhadap Kesetaraan
Sebagai penutup, Araghchi menekankan pentingnya menghormati masa lalu peradaban Iran serta identitas budaya dan politiknya.
Ia berpendapat bahwa ancaman dan tekanan terhadap bangsa Iran selalu bersifat kontraproduktif sepanjang sejarah, dan hanya menutup jalan kompromi.
Pejabat tersebut menyerukan keterlibatan yang konstruktif berdasarkan saling menghormati dan posisi yang setara, serta menegaskan bahwa Iran tidak boleh diperlakukan sebagai pengecualian dalam kerangka non-proliferasi global. Ia juga menyerukan agar negara-negara pemilik senjata nuklir turut menerima penghapusan senjata non-konvensional mereka.[IT/r]