Dilewati oleh Trump, 'Israel' Merasa Kecewa dan Diam di tengah Pergeseran Aliansi
Story Code : 1209040
US President Donald Trump meets with the Israeli Occupation States' Prime Minister, Benjamin Netanyahu in the Oval office of the white House
Pemerintah kanan Zionis 'Israel' tetap diam secara diplomatis minggu ini saat Presiden Donald Trump mengeluarkan serangkaian pengumuman yang mengguncang asumsi Israel tentang posisi AS terhadap sekutu terpentingnya, tulis Reuters.
Keputusan Trump untuk melewatkan Zionis 'Israel' selama kunjungan ke Timur Tengah ini telah menimbulkan kekhawatiran, karena fokus pemerintahan AS beralih ke kesepakatan bisnis yang menguntungkan dengan negara-negara Teluk yang kaya, termasuk Qatar, yang lama dituduh oleh pejabat Israel mendukung Hamas.
Bahkan sebelum kunjungan Trump dimulai, Zionis 'Israel' sudah merasa tegang terkait pembicaraan AS dengan Iran dan keputusannya untuk menghentikan serangan terhadap kelompok Perlawanan Ansar Allah di Yaman, menurut Reuters, meskipun kelompok tersebut terus melakukan serangan rudal terhadap pendudukan Zionis Israel.
Pejabat Zionis Israel kemudian dipaksa menyaksikan negosiasi AS dengan kelompok Perlawanan Palestina, Hamas, untuk mendapatkan pembebasan Edan Alexander, tahanan Amerika-Israel terakhir di Gaza yang masih hidup.
Setelah itu, Trump menyatakan berakhirnya sanksi terhadap Suriah dan mendorong normalisasi hubungan dengan pemerintah Suriah, yang dipandang 'Israel' sebagai rezim ekstremis.
Pergeseran prioritas AS: Fokus pada kesepakatan bisnis daripada keamanan
Saat Trump berbicara di Riyadh hari Selasa (13/5), mengklaim kredit atas kesepakatan gencatan senjata dengan Ansar Allah di Yaman, media Zionis Israel mencatat bahwa sirene berbunyi di seluruh Zionis 'Israel', termasuk di al-Quds yang diduduki dan Tel Aviv, ketika sebuah rudal dari Yaman mendekat. Meski demikian, Trump menepis kekhawatiran tentang adanya perpecahan, mengatakan bahwa kunjungannya akan menguntungkan 'Israel', karena hubungannya dengan negara-negara Timur Tengah terus memperkuat.
Perdana Menteri pendudukan Zionis 'Israel', Benjamin Netanyahu, yang sebagian besar diam terkait hal ini, mengucapkan terima kasih kepada Trump karena telah membantu memastikan pembebasan Alexander, tetapi mendapat persepsi publik bahwa Zionis 'Israel', yang sudah di bawah tekanan internasional terkait perang di Gaza, telah tersisih dalam diplomasi Timur Tengah yang lebih luas.
Keheningan Netanyahu dan tekanan dari faksi keras
Timur Tengah sedang mengalami perubahan besar melalui berbagai perjanjian dan pertemuan, dengan Zionis 'Israel' tampak sebagai pengamat di pinggir lapangan. Netanyahu tak pernah menyembunyikan preferensinya terhadap Trump dibandingkan mantan Presiden Joe Biden, terutama karena keraguan Biden untuk menyediakan amunisi berat dan memberlakukan sanksi terhadap pemukim Zionis Israel yang keras.
Namun, Netanyahu terus melanjutkan kampanye genosida di Gaza, sementara sebagian publik pendudukan Zionis Israel menyerukan agar perang yang berkepanjangan ini dihentikan. Kemajuan Netanyahu di Suriah setelah jatuhnya mantan presiden Bashar al-Assad, bersama dengan ribuan pelanggaran gencatan senjata oleh Zionis 'Israel' terhadap negara berdaulat Lebanon, menyebabkan menurunnya reputasi 'Israel' yang kini berada di salah satu posisi terendah di dunia, menurut Reuters.
Pergeseran prioritas: Pendekatan transaksional Trump terhadap diplomasi Timur Tengah
Peristiwa terbaru menunjukkan “perbedaan prioritas yang jelas” antara AS dan 'Israel', dengan Trump lebih fokus pada agenda transaksional dan berorientasi perdagangan. Jonathan Panikoff, mantan deputi pejabat intelijen nasional AS untuk Timur Tengah, menjelaskan bahwa Trump bertekad untuk melanjutkan prioritasnya, terlepas dari apakah mereka sejalan dengan kekhawatiran keamanan tradisional AS-Zionis Israel.
Meski hubungan AS-Zionis Israel secara prinsip tetap kuat, pejabat administrasi Trump secara pribadi mengungkapkan frustrasi terhadap Netanyahu, mendesak agar dihentikan perang di Gaza dan dibuat kesepakatan pertukaran tahanan dengan kelompok Perlawanan Palestina.
AS juga menunjukkan sedikit minat dalam mendukung aksi militer Israel terhadap fasilitas nuklir Iran, dan lebih memilih solusi diplomatik.
Pemerintahan Trump menegaskan bahwa Zionis 'Israel' tetap menjadi salah satu sekutu terdekat AS, dengan juru bicara Dewan Keamanan Nasional James Hewitt menyatakan, “Israel tidak memiliki sahabat yang lebih baik dalam sejarahnya selain Presiden Trump.”
Namun, peningkatan fokus pada kesepakatan bisnis regional dan pengurangan penekanan pada isu politik dan keamanan tradisional menandakan adanya pergeseran dalam hubungan AS-Israel yang mungkin mempengaruhi peran 'Israel' di masa depan.
Seiring meningkatnya tekanan, Netanyahu telah menegaskan bahwa Zionis 'Israel' akan melanjutkan kampanye genosida terhadap Jalur Gaza, yang saat ini menghadapi kekurangan bahan makanan yang parah akibat blokade 'Israel' sejak 2 Maret. Ia dengan keras menyatakan, “Israel tidak akan berhenti dan tidak akan menyerah.”[IT/r]