500.000 Pengungsi Suriah Kembali Sejak Pergantian Rezim
Story Code : 1209129
A Syrian man carries his belongings as he walks on a street in Damascus, Syria
Kepala misi Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) di Suriah, Gonzalo Vargas Llosa, mengumumkan bahwa sekitar setengah juta pengungsi Suriah telah kembali ke tanah air mereka sejak jatuhnya rezim sebelumnya pada 8 Desember 2024.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita milik pemerintah Suriah, SANA, pada hari Kamis (15/5), Vargas Llosa menyambut baik janji Presiden AS Donald Trump untuk mencabut sanksi terhadap Suriah, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut akan "berkontribusi untuk meningkatkan kondisi kemanusiaan dan memfasilitasi kembalinya lebih banyak pengungsi."
Ia menekankan bahwa banyak pengungsi dan pengungsi internal telah menyatakan keinginan untuk kembali ke rumah mereka sekarang karena alasan utama perpindahan mereka telah disingkirkan. Ia menambahkan bahwa mayoritas dari mereka yang telah kembali sejauh ini berasal dari negara-negara tetangga, termasuk Yordania, Lebanon, Turki, Irak, dan Mesir.
“Tantangan terbesar yang dihadapi para pengungsi yang kembali saat ini adalah situasi ekonomi,” kata Vargas Llosa, mengutip kerusakan yang luas di semua sektor kehidupan Suriah selama 14 tahun terakhir konflik.
AS mulai mencabut sanksi
Departemen Keuangan AS secara resmi telah memulai proses pencabutan sanksi terhadap Suriah, yang menandai perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri AS.
Menteri Keuangan Scott Bessent mengonfirmasi langkah tersebut di media sosial, dengan menyatakan bahwa keputusan ini dimaksudkan untuk menstabilkan Suriah dan mendukung perjalanannya menuju perdamaian.
“Departemen Keuangan bergerak untuk memberikan keringanan sanksi guna menstabilkan dan menggerakkan Suriah menuju perdamaian,” tulis Bessent di X, yang mengonfirmasi niat departemen tersebut.
Ini menandai perubahan dari kebijakan AS sebelumnya yang memberlakukan sanksi ketat terhadap Suriah di bawah mantan Presiden Bashar al-Assad.
Keringanan sanksi tersebut terjadi pada saat Suriah sedang berjuang dengan konflik berkepanjangan yang telah menyebabkan kerusakan dan penderitaan yang luar biasa. Keputusan ini muncul di tengah maraknya diskusi internasional tentang cara mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Pengumuman Trump di Arab Saudi
Pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump, selama kunjungannya ke Arab Saudi, mengumumkan secara terbuka bahwa Amerika Serikat akan mencabut sanksi terhadap Suriah, sebuah keputusan yang dibuat atas permintaan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.
Pengumuman ini muncul tepat sebelum pertemuan puncak AS-Teluk yang diadakan di Riyadh, yang menandakan perubahan dalam kebijakan AS terhadap Suriah dan Timur Tengah yang lebih luas. Trump sebelumnya telah menyatakan kekhawatiran atas kurangnya kemajuan dalam proses perdamaian Suriah, tetapi langkah ini dipandang sebagai langkah untuk memfasilitasi dialog dan meningkatkan stabilitas regional.
Pembicaraan Trump dengan Presiden sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa, sebelum pertemuan puncak, menandai momen kritis dalam hubungan AS-Suriah. Diskusi difokuskan pada masa depan Suriah dan pentingnya kerja sama internasional dalam membangun kembali negara tersebut.
Dengan dukungan Arab Saudi, salah satu negara paling berpengaruh di kawasan itu, langkah ini dapat membantu membawa Suriah kembali ke kancah politik regional, setelah bertahun-tahun terisolasi.[IT/r]