Kunjungan Trump ke Arab, Hentikan Sementara Rencana Bibi — Bagaimana dengan Lebanon?
Story Code : 1209244
Trump and Bibi
Tindakan-tindakan ini, yang dikendalikan oleh tim Trump sendiri, mengejutkan Perdana Menteri Zionis Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahnya, terutama karena bertepatan dengan persiapan invasi besar-besaran ke Gaza untuk mengalahkan Hamas dan mengalihkan fokus ke fasilitas nuklir Iran. Tetapi rencana-rencana ini kini tampaknya terhenti, bertabrakan dengan citra Trump sebagai pencipta perdamaian dunia yang berusaha menutup berbagai front perang di seluruh dunia. Ketegangan yang semakin meningkat ini menempatkan Trump dan Netanyahu pada jalur yang berlawanan, hanya bersatu oleh minat bersama untuk mempertahankan "Israel" sebagai elemen kunci dari prioritas strategis Amerika.
Sementara konflik lama antara AS dan Zionis "Israel" terkait kebijakan Timur Tengah biasanya diselesaikan demi menjaga dominasi regional Zionis "Israel," kali ini jurang perbedaan lebih dalam lagi. Pendekatan Trump kepada musuh-musuh Zionis "Israel"—Iran, Ansarullah, dan Hamas—dilakukan tanpa koordinasi dengan "Tel Aviv," sehingga memperumit perhitungan politik dan militer Netanyahu. Rhetorik Trump menunjukkan fokus tajam pada kepentingan Amerika, termasuk mendorong proyek "Abrahamic," yang bertentangan dengan pandangan dunia tradisional Zionis "Israel."
Trump telah memberikan beberapa pukulan kepada Netanyahu: pertama, pengumuman mendadak tentang dialog nuklir dengan Iran; lalu, sinyal kesepakatan dagang AS-Iran dan kemungkinan normalisasi hubungan; bahkan, pemecatan penasihat keamanan nasionalnya karena diam-diam bertemu dengan Netanyahu. Yang paling mencolok, Trump mungkin akan melewati Zionis "Israel" selama kunjungan Timur Tengah-nya agar tidak merusak kesepakatan dengan negara-negara Arab. Langkah-langkah ini bisa membuka jalan bagi pembentukan negara Palestina yang didukung AS di mana Zionis "Israel" hanya punya sedikit suara, selain harus menerima hasilnya secara terpaksa.
Upaya perdamaian Trump bukan hanya terbatas di Timur Tengah. Ia berusaha membalik warisan presiden-presiden AS sebelumnya, seperti yang dilakukannya di masa pertama dengan kunjungan bersejarah ke Korea Utara. Kini ia menatap China, melalui pengurangan tarif timbal balik dan kemungkinan kesepakatan strategis untuk meredakan ketegangan Timur-Barat. Ia juga tetap berkomitmen untuk menengahi gencatan senjata dalam perang Rusia-Ukraina, tanpa memperhatikan ketidaknyamanan yang mungkin timbul di kalangan sekutu Eropa.
Tapi, bisakah Trump benar-benar sukses dalam "perdamaian yang dijanjikan"? Peran apa yang akan dimainkan Zionis "Israel" dalam tatanan dunia yang muncul ini? Dan bagaimana semua ini akan mempengaruhi Lebanon? Sementara Trump tampak bersemangat menutup berkas-berkas ini dengan cepat, para analis memperingatkan bahwa mengharapkan hasil instan terlalu dini mengingat kompleksitas kawasan dan agenda global yang bersaing. Negara-negara Arab tidak mungkin menghalangi rencana Trump secara terbuka, tetapi "Israel" dan beberapa aktor Eropa mungkin memiliki motif tersembunyi. Perubahan bertahap mungkin memaksa Trump menyesuaikan strateginya untuk menjaga hubungan penting.
Para analis juga memperingatkan bahwa Netanyahu yang putus asa mungkin akan menggunakan taktik disruptive, seperti yang terlihat dalam krisis India-Pakistan terbaru yang diduga dipicu oleh campur tangan Zionis "Israel." Trump dengan cepat turun tangan untuk mencegah keruntuhan rencana Koridor India-Timur Tengah-Eropa dan menghindari penguatan inisiatif Belt and Road China. Beberapa analis menyebut insiden ini sebagai "tipuan kotor" dari Netanyahu. Provokasi lebih mungkin terjadi, karena Netanyahu berupaya mengembalikan pengaruhnya atas Trump. Meski AS tetap berkomitmen kepada Zionis "Israel" sebagai sekutu strategis, tampaknya mereka kurang terikat pada kepemimpinan saat ini—seperti yang diketahui Netanyahu dengan baik, yang mendorongnya untuk bertindak agresif agar tidak terpinggirkan.
Mengenai Lebanon, para pakar mengatakan bahwa setiap perubahan diplomatik besar yang dipimpin Trump pasti akan mempengaruhi negara ini, terutama karena hubungannya dengan front Palestina dan Suriah. Pembicaraan AS-Iran dan kesepakatan politik-ekonomi Arab yang melibatkan Teheran kemungkinan besar akan mempengaruhi dinamika Lebanon secara tidak langsung. Para analis mendesak pemimpin Lebanon untuk bangkit di atas perpecahan sektarian dan fokus pada prioritas nasional: menghentikan agresi "Israel," membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat perang, dan mengembalikan kepercayaan rakyat pada institusi pemerintah.
Sejauh ini, kepemimpinan Lebanon terlihat terputus dari isu-isu nasional mendesak. Meski Presiden Joseph Aoun dan Ketua Parlemen Nabih Berri menyatakan kekhawatiran, Perdana Menteri Nawaf Salam tampak lebih fokus pada isu-isu sekunder yang selaras dengan harapan terang-terangan dari AS. Meski secara simbolis penting, tindakan ini belum mampu mengatasi penderitaan rakyat sehari-hari di tengah sistem administrasi yang ambruk. Salam tampaknya lebih peduli untuk mengamankan warisan politik pribadi menjelang pemilihan legislatif tahun depan daripada menyelesaikan krisis nasional yang mendesak.[IT/r]