0
Sunday 22 June 2025 - 03:41
AS - Zionis Israel:

Saga Adelson: Bagaimana Miliarder Pro-Israel Menggunakan ‘Trump Card’-nya untuk Memimpin AS Menyerang Iran

Story Code : 1216190
Israeli PM Benjamin Netanyahu and US President Donald Trump at the Oval Office in the White House, Washington
Israeli PM Benjamin Netanyahu and US President Donald Trump at the Oval Office in the White House, Washington
Namun, hanya beberapa tahun sebelum pelantikan pertamanya pada 2016, “birthday boy” yang menggelontorkan $50 juta untuk parade militer adalah kritikus terang-terangan Obama, yang dianggapnya ingin berperang melawan Iran.
 
Hari ini, dan dengan meningkatnya ancaman AS terhadap Iran, kita mencoba mengungkap sosok-sosok di balik layar yang mendorong kegagalan spektakuler dan bencana kemanusiaan dahsyat seperti invasi AS ke Irak pada 2003.
 
�� Perang di Ufuk Mata
Pertama, mari kita tinjau peristiwa paling anyar yang menunjukkan kemungkinan keterlibatan Angkatan Darat AS dalam perang maniak Zionis melawan Republik Islam. Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Trump semakin agresif memperuncing sikapnya terhadap Iran, memberi sinyal bahwa tindakan militer kini menjadi opsi legit. Trump menegaskan AS memiliki “kendali penuh di atas langit Iran” dan menuntut “penyerahan tanpa syarat” Iran.
 
Intelijen dari berbagai sumber menyebut Trump telah menyetujui rencana serangan, termasuk menarget situs nuklir bawah tanah Iran seperti Fordow—namun ia menahan persetujuan final sembari meningkatkan kesiapan militer AS sebagai tekanan diplomatik.
 
Israel telah melancarkan serangan besar-besaran tanpa peringatan terhadap Republik Islam, membunuh pemimpin senior, ilmuwan nuklir, banyak warga sipil, dan meratakan kompleks hunian. Mereka juga menarget situs nuklir seperti Arak & Natanz, memicu pembalasan Iran lewat serangan misil balistik ke Tel Aviv, Haifa, dan sejumlah pangkalan militer serta bandara penting.
 
Sementara sebagian besar media Barat mengklaim Iran sasar infrastruktur sipil sebagai balasan, realitasnya membalikkan narasi itu. Seorang akademisi Zionis Israel bahkan mengatakan di televisi:
“Israel menempatkan markas militer di lingkungan sipil—di dekat rumah sakit.”
Semuanya adalah pengakuan diri golongan Zionis.
 
Di Washington, perdebatan panas terbagi antara kaum intervensi—yang menekankan perlunya kekuatan militer AS untuk menghentikan ambisi nuklir Iran—dan kaum MAGA konservatif yang menyerukan agar tidak terjebak dalam konflik berkepanjangan di Asia Barat. Terlepas dari perpecahan internal, militer AS menempatkan lebih banyak aset—termasuk armada kapal induk dan pesawat tangki—ke kawasan, menandakan kesiapan untuk serangan militer dan serangan udara jangka panjang.
 
Sementara itu, penilaian intelijen AS yang dipaparkan kepada Kongres melalui Dirintel Nasional Tulsi Gabbard menyebut Iran tidak sedang mengejar senjata nuklir, yang memperumit alasan militerisasi aksi. Diplomasi yang memudar dan kampanye tekanan ekonomi tetap menjadi opsi—meski pejabat Trump bersikukuh bahwa semua opsi tetap “di atas meja.”
 
�� Uang Besar di Balik Layar
Miriam Adelson, janda CEO Las Vegas Sands Sheldon Adelson, adalah salah satu wanita terkaya di AS, dengan kekayaan mencapai $35,6 miliar (Forbes). Keluarga Adelson telah menyumbang ratusan juta dolar ke super PAC Partai Republik dan organisasi pro-Zionis Israel selama bertahun-tahun. Setelah kematian Sheldon pada 2021, Miriam tetap menjadi pendukung paling setia Trump, menyumbangkan dana besar untuk kampanye pemilihannya.
Biografi singkatnya:
 
* Lahir dan dibesarkan di Zionis Israel, dokter spesialis rehabilitasi kecanduan zat.
* Menjalani wajib militer di IOF sebagai perwira medis.
* Belajar mikrobiologi & genetika di Hebrew University (Al-Quds).
* Mendapat gelar medis di Universitas Tel Aviv, lalu jadi chief internist di Rokach Hospital.
*Menikah dengan Sheldon setelah bertemu di Rockefeller University, NY.
 
Adelson mendirikan Adelson Foundation (2007) untuk “memperkuat Negara Zionis Israel dan rakyat Yahudi,” menyumbangkan:
* $500 juta ke Birthright Zionis Israel,
* $25 juta ke Yad Vashem (2011),
* $10 juta ke Friends of the IDF (2018).
 
Politico melaporkan bahwa Miriam adalah donor perempuan terbesar dalam pemilu 2012, menyumbang sekitar $46 juta ke super PAC Partai Republik. Sheldon menambah $50 juta pada siklus yang sama. Total kontribusi mereka ke GOP antara 2010–2021 mendekati $500 juta (NYT).
 
Apa itu super PAC?
Chi Sun Lee (Brennan Center) menjelaskan: super PAC dibuat setelah putusan Citizens United 2010, memungkinkan donor individu/bisnis menyumbang tanpa batas ke kampanye melalui iklan. Tidak seperti PAC biasa, super PAC diklaim independen dari kandidat—membebaskan mereka dari batasan sumbangan, dan memungkinkan minoritas super kaya mengendalikan politik AS. Sejak mereka muncul, lebih dari $3 miliar telah dibelanjakan dalam pemilu federal. Pada 2018, 3.500 donor dengan sumbangan $100.000+ mengalahkan 7 juta donor kecil—menunjukkan dominasi suara kaya atas demokrasi.
 
Pada 2016, Adelson menyumbang $38 juta ke super PAC dan kampanye GOP, termasuk $10 juta untuk Future45, pro-Trump. Setelah Trump menang, Sheldon menyumbang $5 juta untuk inagurasi, dan Miriam menjadi wakil ketua finansial panitia inagurasi.
 
Super PAC jadi cara sempurna bagi miliarder untuk menjadi penentu hasil pemilu—Adelson pun memompa puluhan juta dolar ke kampanye Trump dan mendapatkan utang politik besar kepada Zionis “Israel”.
 
Trump lalu menerapkan kebijakan pro-Zionis Israel Adelson:
- 2017: pengakuan resmi Yerusalem sebagai ibu kota Zionis Israel.
- 2018: memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
- Menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran 2015.
- 2019: Miriam menulis op-ed di Israel Hayom, memuji Trump dan menyebut ide menambahkan “Kitab Trump” ke Alkitab.
 
Miriam dan Sheldon adalah donor besar Trump selama Pilkada 2020, menyumbang $120 juta ke kampanye dan grup GOP. Trump memicu kontroversi dengan menganugerahkan Presidential Medal of Freedom kepada Miriam, menyamakan nilai medali tersebut dengan Medal of Honor—meski “versi sipil yang lebih baik.”
 
�� Diktat Miliaran Dolar
Setelah Sheldon Adelson meninggal dunia pada tahun 2021 di usia 87 akibat komplikasi dari pengobatan limfoma non-Hodgkin, Miriam Adelson melanjutkan aktivitas filantropi dan politiknya. Menjelang Pemilu 2024, ia menyumbangkan $100 juta ke sebuah super PAC pendukung Trump dan tampil di berbagai acara publik bersama mantan presiden tersebut. Pada bulan September, dalam sebuah acara di Las Vegas yang berfokus pada isu antisemitisme, Miriam memperkenalkan Trump dan menyebutnya sebagai “sahabat sejati bagi rakyat Yahudi.”
 
Dalam pidatonya, Trump mengenang hubungannya dengan Sheldon Adelson dan berkata:
“Suaminya membuatku gila. ‘Kamu harus lakukan ini. Kamu harus lakukan itu.’ Kalian tidak tahu apa yang harus aku hadapi.”
 
Pernyataan ini adalah kartu as kita, persis seperti yang kita jelaskan dalam laporan sebelumnya tentang Deep State AS—bahwa keterlibatan individu superkaya dalam politik memungkinkan mereka menggunakan kekayaan mereka untuk memengaruhi pemilu dan, yang paling utama, kebijakan luar negeri AS, demi ambisi Zionis. Miriam Adelson adalah contoh nyata dari dinamika lama yang terus berlangsung ini.
 
Adelson menginginkan satu hal dan satu hal saja: apa yang diinginkan oleh negara Zionis—dan menjatuhkan Republik Islam Iran telah menjadi bagian dari agendanya selama ia memiliki kemampuan untuk mendukung tujuan tersebut.
 
Inilah poin utama dari semuanya:
Trump bukanlah seorang pemimpin nekat yang membuat keputusan sendiri, bukan pula seorang tokoh kharismatik tak terduga yang naik ke tampuk kekuasaan karena pesona dan kecerdikannya, berhasil memikat massa dengan pernyataan-pernyataan “kontroversial”-nya.
 
Tidak. Ia hanyalah seorang pengusaha gagal yang menumpuk utang besar dan, demi menyelamatkan dirinya, memutuskan untuk memakai topeng badut dan menghibur publik AS yang terbuai cukup lama sampai akhirnya mereka memilihnya. Miriam dan Sheldon Adelson melihat betapa mudahnya mengendalikan seseorang seperti Trump. Mereka melihat seorang pria kekanak-kanakan yang tidak aman secara emosional, dibesarkan oleh ibu yang keras dan ayah yang terlalu sibuk dan jauh secara emosional, serta diselimuti oleh ketenaran yang bahkan tidak tahu harus ia apakan.
 
Dengan uang dan arahan mereka, Trump berhasil naik ke tampuk kekuasaan—bukan hanya sekali, tapi dua kali—keduanya dengan janji akan memberantas korupsi dan memulihkan kejayaan Amerika. Namun kenyataannya, pada dua masa kekuasaannya, Trump justru melakukan segala cara untuk mengalirkan uang dan dukungan kepada entitas Zionis.
 
Dan sekarang? Ia berada di garis depan perang gila melawan satu-satunya republik di kawasan yang melihat Zionisme apa adanya: sebuah kelenjar kanker yang menjalar.
 
Mungkin seluruh klaim tentang Trump ini terdengar seperti luapan kemarahan yang berlebihan. Tapi siapa pun yang memiliki kesadaran politik sejati pasti tahu bahwa para presiden—terutama presiden AS—hanyalah wajah dari pemerintahannya.

Mereka bukanlah pengambil keputusan sejati, mereka hanya mengumumkannya.
Mereka bukan yang memulai perang atau menginvasi negara lain, mereka hanya berdiri di podium dan mengucapkan kata-kata muluk untuk membenarkannya.

Dan ketika tirai ditutup setelah pidato mereka, semua kesalahan dibebankan kepada mereka, sementara para pemenang sejati mengumpulkan chip poker mereka dan menyeringai licik dari balik layar.
 
Jika besok kita bangun dan melihat AS menyatakan perang terhadap Iran, kita harus ingat hal ini:
Perang itu bukan dimulai oleh Trump.
Bukan direncanakan oleh Trump.
Dan bukan ide Trump.

 
Keputusan itu dibuat oleh Miriam Adelson dan rezim Zionis genosidal—jelas dan sederhana.

Trump hanyalah alat rusak di tangan orang-orang yang jauh lebih pintar dan jauh lebih berkuasa darinya.[IT/r]
 
 
 
Comment