Fasilitas Dimona Ditingkatkan: Apakah ‘Israel’ Sedang Meningkatkan Program Nuklirnya?
Story Code : 1231035
Dimona facility
Citra satelit telah mengungkapkan aktivitas konstruksi yang semakin intensif di Shimon Peres Negev Nuclear Research Center, sebuah situs yang sejak lama diyakini menjadi pusat program senjata nuklir rahasia milik " Zionis Israel". Fasilitas ini, yang terletak di dekat kota Dimona di gurun Negev, menarik perhatian internasional kembali di tengah tanda-tanda bahwa "Zionis Israel" mungkin sedang mengembangkan kapabilitas nuklirnya, demikian dilaporkan oleh The Independent.
Gambar terbaru, diambil pada 5 Juli oleh Planet Labs PBC, menunjukkan aktivitas yang diperluas di lokasi tersebut, termasuk apa yang tampaknya merupakan fasilitas bawah tanah dalam dengan beberapa tingkat. Dinding penahan beton tebal dan derek besar terlihat, menunjukkan pengembangan besar-besaran di area yang sebelumnya telah digali. Para analis menyatakan bahwa ini bisa menjadi indikasi pembangunan reaktor air berat baru atau fasilitas perakitan hulu ledak nuklir.
Hal ini terjadi setelah citra satelit sebelumnya pada tahun 2021 menunjukkan tahap awal penggalian, berupa lubang persegi panjang sekitar 150 meter panjangnya dan 60 meter lebarnya, dekat dengan reaktor air berat asli di situs tersebut.
Menurut laporan tersebut, tujuh pakar nuklir yang meninjau citra satelit sepakat bahwa konstruksi tersebut kemungkinan besar berkaitan dengan program senjata nuklir rahasia milik " Zionis Israel". Tiga di antaranya menyebutkan bahwa ukuran dan struktur area pembangunan menunjukkan kemungkinan besar bahwa itu adalah reaktor air berat baru. Reaktor jenis ini mampu menghasilkan plutonium, bahan utama dalam pembuatan senjata nuklir.
Empat ahli lainnya juga mengakui kemungkinan pembangunan reaktor, tetapi menyatakan bahwa konstruksi tersebut mungkin melibatkan fasilitas perakitan hulu ledak nuklir, meskipun mereka mencatat bahwa proyek tersebut masih dalam tahap awal dan kesimpulan yang pasti masih terlalu dini.
“Kemungkinan besar ini adalah reaktor — penilaian ini bersifat tidak langsung, tetapi begitulah sifat hal-hal semacam ini,” kata Jeffrey Lewis dari James Martin Center for Nonproliferation Studies. “Sangat sulit membayangkan ini adalah sesuatu yang lain.”
Reaktor Baru atau Fasilitas Perakitan Hulu Ledak?
Para ahli mencatat bahwa reaktor Dimona saat ini telah beroperasi sejak tahun 1960-an, jauh melebihi usia pakai normal fasilitas sejenis, yang menunjukkan kebutuhan akan perbaikan besar-besaran atau penggantian total. Tidak adanya kubah pengaman tidak menutup kemungkinan bahwa ini adalah reaktor, karena bisa saja ditambahkan kemudian, atau desainnya memang tidak membutuhkannya.
“Jika ini adalah reaktor air berat, maka mereka berusaha mempertahankan kemampuan untuk menghasilkan bahan bakar bekas yang kemudian dapat mereka proses untuk memisahkan plutonium guna membuat lebih banyak senjata nuklir,” ujar Daryl G. Kimball, Direktur Eksekutif Arms Control Association.
Lainnya, seperti Edwin Lyman dari Union of Concerned Scientists, menekankan bahwa kerahasiaan yang menyelimuti aktivitas nuklir "Israel" mempersulit penilaian yang pasti. Ia juga menunjukkan bahwa tritium, produk samping lain dari reaktor air berat, meluruh sekitar 5% setiap tahun dan harus diperbarui, yang mungkin menjadi salah satu motivasi di balik pembangunan baru ini.
“Jika mereka membangun reaktor produksi baru,” kata Lyman, “bukan berarti mereka ingin menambah plutonium yang sudah dimiliki, tapi mungkin untuk memproduksi tritium.”
Kurangnya Pengawasan Internasional Menambah Spekulasi
"Zionis Israel" mempertahankan kebijakan ambiguitas nuklir, tidak pernah secara resmi mengonfirmasi atau menyangkal kepemilikan senjata nuklir. Entitas pendudukan ini juga belum pernah menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), menjadikannya salah satu dari hanya empat negara di luar perjanjian tersebut. Akibatnya, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tidak memiliki wewenang untuk menginspeksi fasilitas Dimona, kecuali reaktor riset terpisah di Soreq.
IAEA, ketika ditanya soal konstruksi tersebut, menegaskan bahwa "Zionis Israel" tidak berkewajiban memberikan rincian tentang fasilitas nuklir selain Soreq.
“Israel tidak mengizinkan inspeksi atau verifikasi internasional atas apa yang dilakukannya, yang memaksa publik untuk berspekulasi,” ujar Lyman.
Ambiguitas Nuklir ‘Zionis Israel’ dan Dampaknya terhadap Kawasan
Fasilitas di Dimona pertama kali dibangun pada akhir tahun 1950-an, setelah beberapa perang dengan negara-negara Arab tetangga pasca berdirinya " Zionis Israel" pada tahun 1948. Sejak saat itu, program ini tetap diselimuti kerahasiaan. Pada tahun 1980-an, whistleblower Mordechai Vanunu membocorkan foto dan rincian dari dalam fasilitas tersebut, yang membuat para ahli internasional memperkirakan bahwa " Zionis Israel" memiliki puluhan hulu ledak nuklir.
Bulletin of Atomic Scientists memperkirakan pada tahun 2022 bahwa "Zionis Israel" memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir. Diyakini bahwa negara tersebut mengandalkan reaktor air berat sebagai sumber produksi plutoniumnya, serupa dengan India dan Pakistan.
Perkembangan ini terjadi tak lama setelah serangan udara gabungan AS- Zionis Israel pada bulan Juni yang menyasar fasilitas nuklir di Iran, termasuk reaktor air berat di Arak, dengan alasan kekhawatiran terhadap ambisi nuklir Iran.
Dengan tidak adanya pengawasan internasional dan minimnya transparansi, pembangunan yang diperluas di fasilitas nuklir Dimona semakin memperdalam kekhawatiran yang sudah ada mengenai sifat dan skala persenjataan nuklir milik "Zionis Israel", serta apa arti pertumbuhan tersebut terhadap stabilitas regional dan global.[IT/r]