Gaza tidak akan lupa asap menyesakkan yang menggantung di atas reruntuhan, pekatnya bau bubuk dan debu peledak yang membawa aroma pengkhianatan dan tanda keberanian.
Kuburan massal, beton yang pecah, dan baja yang bengkok menjadi bukti kebencian Zionis dan saksi bagi mereka yang berdiri bersama Gaza dan yang mengecewakannya.
Gaza akan mengenang pengorbanan tanpa pamrih para dokter dan tenaga kesehatan yang menolak meninggalkan pasien meski bom menghujani rumah sakit; para jurnalis yang menjadi korban karena keberanian mereka; para ibu yang membungkus anak-anak mereka dengan bendera yang sangat ingin dihapuskan oleh Israel.
Gaza tak akan melupakan kebisuan demokrasi Barat.
Gaza tak akan melupakan setiap veto yang dilakukan pemerintahan Biden di Dewan Keamanan PBB yang menyerukan diakhirinya genosida. Begitu pula Donald Trump, yang menyiram bahan bakar ke api, lalu memadamkan apinya sendiri sembari menuntut pengakuan.
Palestina Akan Mengenang
Ia akan mengenang orang-orang yang bangkit untuk Gaza, dari Yaman hingga Dublin, dari Cape Town hingga London dan Madrid, sementara ibu kota Arab dari Kairo hingga Riyadh tertidur. Irlandia dan Spanyol memimpin boikot, sementara negara-negara Arab dari Teluk hingga Yordania membuka pelabuhan dan jalan raya untuk menyediakan rute alternatif bagi barang-barang Israel, bahkan ketika Yaman memberlakukan blokade laut di Laut Merah.
Gaza tidak akan melupakan – atau memaafkan – pemerintah Arab yang membuka pelabuhan mereka – ketika para pekerja galangan kapal di Italia menolak – mengirimkan senjata Amerika yang digunakan untuk membinasakan anak-anaknya dan menghancurkan rumah sakitnya.
Ia akan mengenang Afrika Selatan yang menuntut Israel di Mahkamah Internasional karena Israel melakukan genosida.
Palestina akan mengenang Perlawanan Lebanon yang mengorbankan para pemimpinnya untuk membela Gaza; Yaman yang miskin harta tapi kaya martabat; dan Iran yang teguh melawan keangkuhan Israel. Ia akan mengenang Irlandia dan Spanyol, yang tak berpaling ketika bangsa Arab berpaling.
Ia akan mengenang para pahlawan armada yang menerjang gelombang kebencian dan pengepungan demi menyampaikan pesan belas kasih; para relawan tanpa nama yang meninggalkan keamanan negara mereka untuk menyembuhkan yang terluka dan memberi makan yang lapar; para mahasiswa Amerika yang mengubah kampus menjadi perkemahan perlawanan; para seniman, aktor, dan musisi yang mempertaruhkan karier demi keadilan; para karyawan yang kehilangan pekerjaan karena memprotes keterlibatan Google, Microsoft, dan raksasa teknologi lainnya dalam kejahatan Israel.
Palestina akan bangkit kembali
Selama hampir dua tahun, Gaza telah menanggung genosida yang begitu kejam. Mesin perang Israel telah mengubah rumah sakit menjadi kamar mayat, sekolah-sekolah PBB menjadi kuburan massal, dan kamp-kamp pengungsi menjadi kawah. Namun Gaza menolak untuk mati.
Setiap kali dibom "kembali ke Zaman Batu," ia akan bangkit kembali, strukturnya dan tekadnya akan tetap kuat tak tergoyahkan.
Israel dapat menghancurkan bangunan, tetapi tidak dapat menghapus kenangan. Pengepungan mungkin membuat tubuh Gaza kelaparan, tetapi ia memelihara jiwa kolektif Palestina.
Anak-anak Gaza akan tumbuh dengan kenangan yang tak seharusnya ditanggung anak-anak. Namun mereka juga akan mewarisi sesuatu yang tak terhancurkan: martabat. Di setiap rumah yang dihancurkan dan setiap keluarga yang hancur, hiduplah sebuah kisah yang tak terpahami.