0
Sunday 19 October 2025 - 04:18
Palestina vs Zionis Israel:

Laporan: Gaza Mengalami Kehancuran Lingkungan Usai Perang

Story Code : 1240969
Displaced Palestinians walk through destroyed homes and buildings in Khan Younis, Gaza Strip
Displaced Palestinians walk through destroyed homes and buildings in Khan Younis, Gaza Strip
Infrastruktur penting Gaza—air, sanitasi, dan energi—berada di ambang kehancuran total setelah hampir dua tahun konflik, menurut laporan baru dari Arava Institute. Ketika warga mulai kembali menyusul gencatan senjata, laporan tersebut memperingatkan bahwa skala kehancuran lingkungan di Gaza bisa membuat pemulihan menjadi mustahil tanpa tindakan segera dari komunitas internasional.
 
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa 69% infrastruktur wilayah telah rusak, menempatkan lebih dari dua juta warga Palestina pada risiko krisis kemanusiaan yang berkelanjutan di tengah kerusakan lingkungan yang meluas.
 
Laporan yang dirilis pada hari Rabu itu memperkirakan bahwa kerusakan infrastruktur di Gaza telah mencapai tingkat kritis. Dengan 93% rumah tangga mengalami ketidakamanan air dan ketersediaan air harian hanya 8,4 liter per orang—jauh di bawah ambang batas darurat WHO sebesar 15 liter—akses terhadap air bersih menjadi perhatian utama.
 
Seluruh instalasi pengolahan air limbah telah berhenti berfungsi, dan limbah mentah kini mengalir ke kolam buatan sementara yang berisiko meluap ke rumah-rumah serta meresap ke akuifer pesisir, yang merupakan sumber utama air tanah Gaza. Hampir setengah dari semua rumah tangga melaporkan adanya limbah atau air tergenang dalam radius 10 meter dari tempat tinggal mereka, yang meningkatkan risiko wabah penyakit seperti kolera.
 
Pasokan listrik juga turun lebih dari 80%, dengan pemadaman yang berlangsung hingga 22 jam per hari. Runtuhnya jaringan listrik membuat operasi kemanusiaan bergantung pada generator bahan bakar fosil, terutama diesel.
 
Lahan Pertanian Hancur, Air Langka, Limbah Tak Terkendali
Dampak ekologi juga melumpuhkan kemampuan Gaza untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Berdasarkan citra satelit yang dikutip dalam laporan tersebut, sekitar 80% lahan pertanian telah rusak atau hancur pada Maret 2025, dan tingkat malnutrisi melonjak hingga 10 kali lipat dibanding sebelum genosida.
 
“Kegiatan militer yang intensif, seperti pergerakan mesin berat, memadatkan, mengikis, dan menguras lapisan tanah subur, sehingga menyulitkan pertumbuhan tanaman,” catat laporan itu, menyebut hilangnya lahan subur sebagai “kerugian serius” bagi ketahanan pangan regional.
 
Laporan tersebut juga menyebut bahwa krisis air Gaza diperburuk oleh blokade terhadap aktivitas perikanan, menambahkan bahwa pembatasan maritim oleh Israel membuat kegiatan memancing “hampir mustahil sejak awal konflik,” dengan setidaknya 120 nelayan tewas dan lainnya terpaksa memancing sangat dekat ke pantai secara berisiko.
 
Dr. David Lehrer, Direktur Diplomasi Lingkungan Terapan di Arava Institute, menggambarkan situasi ini jauh melampaui krisis kemanusiaan. “Lingkungan Gaza sedang runtuh; air yang tercemar, lahan pertanian yang hancur, dan jaringan listrik yang lumpuh mendorong wilayah ini ke jurang kehancuran,” ujar Dr. Lehrer. “Yang kita saksikan bukan sekadar bencana kemanusiaan, tapi keruntuhan ekologi yang mengancam kemungkinan pemulihan itu sendiri.”
 
Laporan Arava Institute mengenai Gaza menguraikan strategi pemulihan dalam tiga fase: absorptif, adaptif, dan transformatif. Fase awal menargetkan kebutuhan mendesak seperti air bersih dan tempat tinggal darurat. Fase adaptif mencakup solusi desentralisasi untuk listrik dan pengolahan limbah, sementara fase transformatif mencakup pemulihan ekosistem secara menyeluruh dan kerja sama regional dalam mengelola sumber daya bersama.
 
Teknologi yang telah diujicobakan di Gaza antara lain mikrogrid bertenaga surya, generator air atmosferik, sistem biofiltrasi limbah, dan blok bangunan GreenCake, yang terbuat dari puing-puing bangunan daur ulang.
 
Gencatan Senjata Picu Kembalinya Warga, Tapi Layanan Masih Hancur
Ribuan warga Palestina yang mengungsi telah mulai kembali ke rumah mereka yang tersisa setelah perjanjian gencatan senjata. Sementara para pemimpin dunia yang berkumpul di Mesir minggu ini menyambut kesepakatan tersebut sebagai langkah menuju rekonstruksi, pertanyaan besar masih menyelimuti soal tata kelola, pendanaan, dan peta jalan jangka panjang.
 
Awal tahun ini, Bank Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Uni Eropa memperkirakan bahwa biaya membangun kembali Gaza mencapai sekitar $53 miliar. Negara-negara Arab kaya diperkirakan akan berkontribusi, namun pemulihan lingkungan tetap menjadi perhatian sekunder dalam banyak proposal.
 
Dr. Lehrer memperingatkan agar pemulihan ekologi tidak disisihkan dalam upaya pemulihan yang lebih luas: “Menunggu politik mengejar ketertinggalan bukanlah pilihan,” katanya.
 
“Pemulihan harus dimulai sekarang, dengan solusi berbasis komunitas yang dapat memulihkan tanah, air, dan udara.”[IT/r]
 
 
Comment